Sunday, March 25, 2007

Filosofi Catur


“DARIMANA lae? LSM apa wartawan?”
“Aku wartawan, kawan-kawanku dari LSM. Kami dari Medan.”
“Oo, duduk lah…minum-minum kopi dulu. Bisa main catur?”

Saya mengangguk seraya melempar senyum ke arah orang itu. Tapi belum sempat saya duduk muncul seorang lelaki berperawakan sedang—berselempangkan sarung di tubuh dengan misai yang lumayan tebal—dari kegelapan malam di luar warung kopi di pinggiran jalan Porsea itu. Dia bersuara besar bernada menantang supaya main catur dengannya. Saya beringsut, mengalah. Orang yang menyapa saya dengan panggilan “lae” tadi pun menyambut tantangan itu. Keduanya tampak bersemangat. Tak lama kemudian mereka tenggelam dalam keasyikan saling memakan dan menjegal bidak. Masing-masing mencari celah supaya bisa menyergah dengan ancaman: “skak-mat!”

Leo Batubara, anggota Dewan Pers, membuka memori saya terhadap peristiwa sebelas tahun lalu itu lagi. Kala itu soal lingkungan di Porsea, persisnya di kawasan Sosorladang, menjadi isu hangat yang ramai diberitakan di koran-koran seantero Indonesia. Saya tergerak untuk reporting secara on the spot. Kebetulan teman-teman dari LSM lingkungan di Medan dan Pematangsiantar punya agenda fact finding ke sana. Kami pun berangkat bersama-sama. Pas pukul 1 dinihari kami tiba di Simpang Sigura-gura setelah melintasi Parapat. Malam sangat gelap, udara sangat dingin, angin kencang menerpa wajah saat kami keluar dari mobil. Banyak warga berdiri dalam keremangan gelap di simpang yang tak berlampu tersebut. Mereka berjaga-jaga, memblokir truk-truk pengangkut bahan baku yang menuju pabrik di Sosorladang. Pabrik itu dituduh sebagai “biang-keladi” permasalahan lingkungan di sana.

Saya berbicara dengan warga di simpang itu. Tidak lama. Rasa kantuk dan hawa dingin mendorong saya menyeberang ke warung kopi di pinggir jalan. Beberapa orang di sana sedang asyik menikmati kopi panas, dua-tiga meja hening karena penghuninya yang duduk berhadap-hadapan sedang berkonsentrasi main catur.

“Tahu,” kata Leo Batubara, “mengapa daerah ini terasa lamban bergerak maju padahal potensinya kan, besar?“ Dia mengeluarkan pertanyaan sekaligus pernyataan dalam satu pertemuan di Medan pertengahan tahun ini. Kami—saya dan peserta pertemuan—membisu sambil terus menatapnya. Leo pun menjawab sendiri, tentu saja dalam kemasan penuh joke: “Orang-orang di sini terkenal suka main catur, nah biasanya pemain catur selalu berusaha mempersulit langkah orang lain.” Saya tertawa, begitu juga dengan peserta lain. Apa iya?

Bermain catur bagi orang daerah ini memang merupakan kebiasaan yang turun-temurun. Malah, ada juga permainan catur khusus yang disebut Marusir di Batak.Tetapi saya meragukan kalau bermain catur bisa membentuk prilaku selalu ingin mempersulit orang lain. Dulu Raja Inal Siregar, mantan gubernur provinsi ini, memang kerap eksplisit berseloroh bahwa segala urusan di Sumut susah merealisasikannya karena ada pemeo “kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?” Toh, itu cuma guyon-guyonan saja. Buktinya konsep “marsipature huta nabe” membuat orang dapat memudahkan semua urusan demi membangun daerah ini yang dimulai dari membangun kampung masing-masing terlebih dulu.

Apalagi, setahu saya, catur adalah permainan akal yang melibatkan mental. Karena itu catur memberi manfaat yang besar, yaitu mendukung perkembangan otak dan daya imajinasi. Catur juga menanamkan sikap penuh perhitungan dan perencanaan yang matang. Maka jangan heran kalau orang-orang yang memainkannya sering tampak diam terpaku, seperti di warung kopi Simpang Sigura-gura itu. Mereka baru mengangkat bidak setelah berhitung dapat mematahkan strategi lawan dengan mengepung, mematikan serangan, lalu memukul “skak mat!”

Jika begitu, syogianya filosofi yang ada dalam permainan catur dapat mengembangkan sumber daya manusia. Biasanya daerah maupun negara yang memiliki permainan ‘asah otak’ seperti ini pasti memiliki tradisi intelektual yang kental. Contohnya ya, daerah ini dan beberapa provinsi lain di Indonesia, sedangkan di dunia silakan menoleh ke Uni Soviet [sekarang Rusia] dan Amerika Serikat. Di sana ternyata catur adalah permainan intelektual yang melahirkan orang-orang cermat, selalu memiliki perhitungan, dan cerdas mengatur strategi. Beda sekali dengan joke yang dilemparkan Leo Batubara.

Kalau masalahnya “mengapa daerah ini lamban bergerak maju?” mungkin kita bisa merujuk Sayidiman Suryohadiprodjo. Jenderal yang juga pemikir ini bilang bahwa bukan hanya daerah tertentu, misalnya Sumut, tapi secara nasional memang ada sifat bangsa Indonesia yang amat merugikan kemajuannya. Apa? Yaitu biasa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ucapan atau pernyataan sendiri.Nah…sebaliknya, catur malah mendorong orang melangkah sejalan dengan perhitungan dan strategi yang dipikirkannya.--nt

1 comment:

okewadhwa said...

JT Casino New Jersey » Review & Sign Up Bonus for $1600
Read our JT Casino NJ review and get your bonus now! ✓ 충청북도 출장샵 Get $1600 창원 출장샵 Casino Bonus 통영 출장안마 in New Jersey! ✓ Get up to a $1600 경기도 출장샵 casino deposit 부천 출장샵 bonus!