Wednesday, July 18, 2007

Heran...Metropolitan Kok, Gelap
Oleh Nurhalim Tanjung




INI kado istimewa buat ulang tahun Kota Medan: musim gelap datang lagi. Pasalnya, Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali memberlakukan pemadaman bergilir—kondisi ini sudah berlangsung sejak lebih tiga tahun terakhir. “Target pertumbuhan ekonomi kota ini pasti terganggu,” kata seorang pengusaha. Sialnya, karena Medan merupakan pusat perekonomian Sumatera Utara maka otomatis target pertumbuhan ekonomi provinsi ini—yang ditetapkan sebesar 7 persen tahun ini—pun diyakini tidak akan tercapai. “Saya tidak yakin pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen kalau listrik terus-menerus padam,” kata Drs. Hasrul Azwar, seorang anggota legislatif di Senayan yang berasal dari Medan.

PLN memang sedang “kambuh” memadamkan listrik sejak satu bulan terakhir. Mereka sudah memberitahukan melalui release berita di berbagai media massa. Pemadaman berlangsung sejak Juni hingga awal Agustus mendatang, dimana akan dilakuan secara bergilir selama 4 jam sehari—sesekali delapan jam di kawasan tertentu. Alasannya mesin pembangkit over-haul, jadi selama perbaikan berlangsung mereka ingin membangkitkan “maaf” dari masyarakat kota ini.

Tapi rupanya PLN tidak konsisten. Pemadaman ternyata mencapai 12 jam sehari, bahkan kadangkala lebih lama lagi. Eh, untuk ini PLN merasa tidak perlu mengumumkannya. Masyarakat pun jadi tidak mengetahui jadwal pemadaman sama sekali, sebaliknya di pihak PLN ada kecenderungan untuk memadamkan listrik sesuka-hati tanpa perlu meminta maaf lagi.

Akibatnya tentu sudah bisa diperkirakan: Medan menjadi gelap di kala malam, sedangkan siang hari kemacetan lalulintas semakin menjadi-jadi di tengah kota karena banyak traffic light tidak berfungsi. Yang memprihatinkan roda perekonomian jadi susah bergerak, baik yang dikelola pengusaha kecil maupun pengusaha besar. Parlindungan Purba, ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, mengemukakan para pengusaha dalam asosiasinya mengalami rugi hingga Rp180 miliar per bulan sejak pemadaman berlangsung.

Purba mengatakan kerugian yang lebih besar masih mungkin terjadi apabila pemadaman semakin berlarut-larut, apalagi kalau para pengusaha menghentikan operasi industrinya di daerah ini akibat kurangnya suplai listrik. Jika ini terjadi tentu angka pengangguran meningkat, pendapatan pajak dari sektor industri menurun, dan efek selanjutnya investor bakal sungkan berinvestasi di Medan.

Dunia pariwisata juga mandeg, kata seorang pengusaha, karena turis sungkan datang. “Ada rombongan turis yang berjanji mau berwisata kemari terpaksa membatalkan kunjungannya,” katanya. Mereka kuatir gelap mengganggu wisata yang mereka rencanakan di kota ini, tapi mereka juga sempat terheran-heran kenapa kota metropolitan seperti Medan mengalami pemadaman listrik, padahal di Penang maupun Dhaka (Bangladesh) saja tak terjadi pemadaman listrik. Pengusaha ini mengemukakan para turis tersebut mengetahui pemadaman listrik terjadi di Medan melalui berbagai saluran media massa. Kalau terus-menerus turis batal berkunjung, menurutnya, tentu memberi dampak juga kepada sektor ekonomi yang lain, seperti hotel, biro perjalanan, toko souvenir maupun rumah makan.

“Perekonomian Kota Medan sudah pasti terganggu,” kata Vincent Widjaja, seorang pengusaha. Dia setuju dengan perkiraan Hasrul Azwar, demikian pula dampak pemadaman listrik terhadap investor sebagaimana dikemukakan oleh Parlindungan Purba.”Banyak perusahaan terganggu beroperasi, begitupula usaha kecil yang cukup banyak jumlahnya di kota ini,” ungkapnya.

Dia mengemukakan Pemerintah Kotamadya Medan perlu segera mencari solusi untuk mengatasi dampak pemadaman listrik terhadap dunia usaha, khususnya usaha kecil. Caranya, kata Vincent, dengan mengalihkan dana Pajak Penerangan Jalan Umum yang dibayar oleh warga kota ini sekaligus dengan rekening listrik pada setiap bulannya. “Kalau dana itu pajak maka sewajarnyalah masyarakat mendapat pelayanan yang maksimal,” jelasnya, “tetapi bila retribusi tentu kita perlu mempertanyakan mana re-distribusinya kepada masyarakat?”

Dana PPJU dari Kota Medan mencapai Rp100 miliar setiap tahun, yang dibagikan ke berbagai institusi termasuk PLN. “Dana itu tak perlu dibagikan lagi kepada PLN, tapi sebaiknya digunakan untuk membeli mensit genset bagi usaha kecil dan masyarakat kota ini,” katanya.

Menurutnya, dengan dana sebesar Rp100 miliar tentu Pemerintah Kota Medan dapat membeli lebih 50 ribu unit mesin genset berkapasitas 1000 watt. Itu kalau mesin genset seharga Rp2 juta per unit, tetapi jika harganya ternyata cuma Rp1 juta per unit maka dapat dibeli sekitar 100 ribu unit genset. “Bayangkan berapa banyak usaha kecil dan masyarakat bisa terbantu dengan dana itu,” jelas Vincent.

Selain itu, dia menambahkan, yang terpenting perekonomian Kota Medan bisa bergerak kembali karena para pengusaha kecil terbantu mengoperasikan usahanya kembali. Tetapi kalau pemerintah Kota Medan ternyata “cukup puas” dengan kado istimewa berupa “gelap” dari PLN mungkin perekonomian kelak bukan hanya terganggu, melainkan terjerumus ke dalam kantong defisit akibat minimnya sektor penerimaan. Metropolitan ini akan menjadi kota yang dijauhi oleh pengusaha atau investor karena tak mampu memberi energi dan penerangan untuk menghidupi dirinya sendiri, bahkan di saat hari ulang tahunnya yang ke 417 pada 1 Juli 2007 lalu.

Heran, heran...metropolitan kok, gelap!

No comments: